Kamis, 07 April 2016

SENI TOPENG KASUMEDANGAN KAB. SUMEDANG

SELAYANG PANDANG
SENI TOPENG KASUMEDANGAN

Topeng berasal dari daerah Cirebon istilah ini merupakan kata jadian berasal dari kata ketop gepeng.Selain itu istilah tpeng digunakan untuk menyebut nama bual hiasan sebesar kancing ,bentuknya bundar tergantung kepada penutup kepala.istilah lain penutup wajah disebut kedok .

Kesenian topeng yang tumbuh dan berkembang didaerah cirebon berasal dari daerah Jawa Timur,yang di sebarluaskan melalui jalur pantura Jawa.penyebaran topeng melaui pertunjukan keliling.Semula seni mempunyai fungsi sebagai media syiar  Islam, bahkan telah dimanfaatkan oleh Sunan Kalijaga, melalui pertunjukan topeng dapat menghadirkan penonton dalam kapasitas besar.

Tokoh pengembangan seni topeng yang sangat terkenal yaitu Koncar dan Wentar. Kedua tokoh tersebut paling giat melakukan gerakan seni budaya luar daerah cirebon.Dari hasil pengembangan itulah melahirkan berbagai macam dan bentuk gaya atau pertunjukan.Para penari handal topeng cirebon disebut dalang topeng.penangan yang di dukung oleh konsepsi klasik yang jelas dan terarah pelan pelan menyentuh landasan imajinasi para seniman priangan. Sehingga di serap oleh seniman tari sumedang.pionir pencipta topeng kasumedangan adalah RD.Ono Lesmana dengan memadukan unsur tarian khas curebon dengan unsur tari wayang.

Struktur Tari Topeng 

Iringan musik tari topeng berdasarkan stuktur klasiknya terdiri dari:
  1. Tari  Panji : mempunyai karakter halus di simbulkan pada kedok penutup wajah, dengan warna putih dan iringan lagunya Kembang Sungsang, melukiskan sosok manusia yang berhati lembut dan berbudi luhur.
  2. Tari Pamindo : yang berarti pengulangan (kedua kali). Tarian ini mempunyai karakter lancang dan sombong, dengan menggunakan kedok warna putih dan biru, ada juga yang menggunakan warna kemerah-merahan. Pada umumnya diiringi lagu Kembang Kupas yang melukiskan terhadap hidup manusia yang baru mengenal kehidupan dunia.
  3. Tari Rumyang menggambarkan sosok yang baru menginjak akil balig. Mempergunakan kedok berwarna merah jambu, mempunyai karakter ganjen, diiringi lagu Rumyang.
  4. Tari Tumenggung (Patih) di sebut Tari Patih mempunyai karakter gagah perkasa cirinya menggunakan tutup kepala disebut bendo dan di tumpangi peci. Kedok nya berwarna merah jambu dan berkumis diiringi Gending Tumenggung atau Barlen.
  5. Tumenggung atau Jingga Anom sebuah tarian yang ditampilkan secara pragmen yang di dukung oleh unsur cerita dan melukiskan perkelahian perang lelucon (komedian).
  6. Tari Klana: adalah sebuah tarian yang sangat dinamis dan dianggap puncak dari seluruh tarian topeng. Mempunyai karakteristik kasar dan ganas. Kedok yang digunakan Berwarna merah mirip dengan tokoh Rahwana dalam dunia pewayangan, diiringi gending Gonjing.
Kelima unsur tarian ini merupakan pakema yang memberi landasan seni Topeng Cirebon. Demikian juga Topeng Kasumedangan berpijak diatas pakeman ini. Dari paduan imajinasi gerak Rd. Ono Lesmana sebagai pionir Topeng Kasumedangan melahirkan tarian yang disebut Jayangrasana, bahkan menjadi nama Topeng Jayengrasana. Istilah tersebut diambil dari kata Jayang Rana yang berarti unggul segala-galanya.

Pusat pengembangan Topeng Kasumedangan (Jayengrana) sejak awal diciptakan ditetapkan di Museum Prabu Geusan Ulun, bahkan Topeng ini pernah mencapai puncak kejayaan pada tahun 60-an. Sampai sekarang masih bertahan dan disukai oleh masyarakat pendukungnya.

Rabu, 06 April 2016

SENI BANGRENG KAB. SUMEDANG

SELAYANG PANDANG
SENI BANGRENG
  
Menurut asal usul kata (eumologi) kata bangreng berasal dari kata "bang" dan "reng". Bang akronim dari Terebang dan Reng penggalan dari kata rengkenek yang artinya menari (ngigel). Bila dilihat dari bentuk penyajiannya menunujukan bahwa seni Bangreng merupakan hasil perpaduan seni Terebang dan Bangreng. Menelusuri sejarah asal usul kesenian berdasarkan realita obyektif sulit di lakukan. Tetapi cerita rakyat yang berkembang di tengah-tengah masyarakat. Tanjungkerta dapat menjadi dasar acuan di dalam menentukan wujud sejarahnya.

Dalam sejarah kesenian Terebang tersirat bahwa seni tersebut berkembang di tengah-tengah masyarakat Tanjungkerta di bawa oleh para santri dari kawasan Sumedang dengan tujuna mensiarkan islam. Oleh karena itu seni Terebang erat kaitannya dengan sejarah perkembangan Islam di Sumedang, yang didorong oleh  para pemuka islam dari cirebon. Dalam proses perkembangannya melahirkan tokoh-tokoh seniman Islam Sumedang, seperti Demang Sacapati dengan menyebarkan Islam ke Kawasan Cimalaka, Mandapati, Jayapati, Margapati menyebarkan Islam ke kawasan Cititmun dan Wangsakusumah bergelar Udin menyebarkan islam ke kawasan Tanjungkerta. Seni Terebang yang dikembangkan oleh Ulama-ulama tersebut mengalami proses perubahan sesuai dengan perkembangan jaman. Maka lahirlah pemanduan unsur seni Terebang dengan Ketuk Tilu, pada akhitnya di kenal oleh masyarakat. Peranan Seni Bangrengselain sebagai media siar Islam juga sebagai media hiburan rakyat. pada umumnya di sajikan dalam acara hajatan atau syukuran baik syukuran pernikahan, khitanan, dsb.

Jenis Waditra

Waditra ialah alat-alat musik yang di gunakan dalam seni terentu. Waditra yang di pergunakan seni Bangreng terdiri dari :
  1. Lima buah Terbang
  2. Satu buah Kendang Besar dan dua buah Kuleanter.
  3. Kecrek
  4. Seperangkat gong
  5. Terompet/Rebab
  6. Saron
  7. Ketuk
  8. Juru tari dan Juru Sekar
  9. Juru Baksa
Pangrawit 

Pangrawit atau nayaga adalah penabuh waditra terdiri dari :
  1. Juru terbang lima orang
  2. Penabuh Kendang satu orang
  3. penabuh Gong satu orang
  4. penabuh Ketuk satu orang
  5.  Penabuh Kecrek satu orang
  6. Peniup Terompet satu orang
  7. Penggesek Rebab satu orang
  8. Juru Sekar sesua dengan kebutuhan
  9. Juru Tari atau Ronggeng satu orang atau lebih
  10. Juru Baksa atau orang
Jenis Lagu 

Dalam penyajiannya seni bangreng mempunyai ciri khas, dapay dilihat dari susunan lagu yang biasa dipergunakan terdiri dari :
  1. Lagu Kembang Gadung yang fungsinya untuk menghormati Karuhun
  2. Lagu Kembang Beureum
  3. Lagu Malong (untuk hiburan dan pengiring tari)
  4. Lagu Kikis Kelir
  5. Lagu Bangun
  6. Lagu Eceng Gondok
  7. Lagu Gandaria
  8. Lagu Cisangean
  9. Lagu Erang
  10. Lagu Kacang Asin
  11. Lagu Umbul-Umbul
  12. Lagu Riben
  13. Lagu Gaya
  14. Lagu Paris Wado
  15. Lagu Rayak-rayak
  16. Lagu Renggong Buyut
  17. Lagu-lagu Wanda Anyar (kreasi baru)
Teknik Penyajian

Pada umumnya diasajikan dalam Panggung terbuka dan keseluruhan personal mempunyai fungsi yang berbeda. Juru Tari dan Juru Baksa fungsinya sebagai duet menari. Juru Baksa berfungsi sebagai juru soder. Orang yang diberi soder tandanya mendapat giliran untuk menari. Sedangkan Juru Tari adalah patner penari pria. Pada pelaksanaanya diikat oleh aturan-aturan tujuannya untuk menjaga terjadinya pelanggaran etika seni atau norma, oleh karena para penari pria dan juru tari menyatu yang kadang-kadang berpasangan. Orang yang tidak diberi soder boleh ikut menari dengan jumlah tertentu, mere disebut mairan. Dalam kontek perkembangannya seni bangreng sangat menonjol di wilayah kecamatan tanjungkerta, Cimalaka, Sumedang Utara, dan Sumedang Selatan.

SENI GEMYUNG KAB. SUMEDANG

SELAYANG PANDANG
SENI GEMYUNG

Gemyung berasal dari daerah Cirebon dikembangkan oleh para ulama dan santri dikawasan tersebut.Fungsinya sebagai media siar islam.Kesenian tersebut masuk ke wilayah sumedang dibawa oleh pangeran santri kemudian dikembangkan oleh para ulama dan para santri sumedang.Awal perkembanganya diperkirakan pada awal abad ke 15 M, bersamaan dengan perjalanan keliling pangeran santri dikawasan sumedang dalam rangka mengembangkan siar islam .Setelah pangeran santri mempersunting nyi mas ratu inten dewata ,gemyung berkembabg di keluarga keraton ,kemudian dikembangkan oleh putra-putranya yang di nobatkan sebagai ulama besar diantara demang rangga mengembangkan seni gemyung ke kawasan ke kawasan daerah rancakalong, cimalaka,tanjungkerta dan Paseh. Demang Watang mengembangkan seni Gemyung ke daerah Conggeang, Ujungjaya. Santoan Wirakusumah mengembangkan ke daerah Sumedang Selatan dan Sumedang Utara (nama sekarang), Santoan Tjikeruh mengembangkan seni Gemyung ke daerah Cikeruh dan Tanjungsari. Santoan Awi Luar mengembangkan ke daerah Darmaraja, Situraja, Cadasngampar.

Masyarakat Rancakalong menyebutnya seni shalawat, oleh karena memuat misi Islam yang sangat kental. Syair lagu yang disajikan pada umumnya menggunakan bahasa Arab, isinya memuji kebesaran Tuhan. Kesenian ini merupakan pengembangan dari seni Terebang yang pertama kali muncul di daerah Banten. Waditranya dibuat dari kayu dalam bentuk bulan, kulit sebagai sumber bumi dan ikat yang melingkar menggunakan bahan hoe.

Jeni-Jenis Waditra   

Alat Musik kesenian Gemyung terdiri dari 4 kepingan yaitu :
  1. Keping siji
  2. Keping loro
  3. Keping papat
  4. Bangker
  5. Kendang Indung dan Kulanter
Jenis-jenis Lagu

Pada umunya lagu-lagu disajikan memuat puji-pujian dan amanah-amanah Allah agar manusia mensyukuri nikmat hidup. Lagu-lagu tersebut diantaranya :
  1. Assalamu'alaikum
  2. Shalawat Nabi
  3. Shalawat Badar 
Dalam proses perkembangannya tak lepas dari pengaruh seni lain, asimilasi dengan unsur seni lainnya dapat menciptakan kesenian daya tarik minat masyarakat luas. lagu-lagu serpan di antaranya :
  1. Geboy
  2. Rayak-rayak
  3. Kembang Beureum
  4. Waledan
  5. Jemplangan
Penambahan alat musik terompat merupakan bukti dari adanya sentuhan adaptasi, bahkan yang semula hanya untuk didengarkan secara hidmat menjadi kesenian yang aktraktif, oleh karena itu di lengkapi unsur improvisasi.

Bentuk Penyajian

Semula hanya disajikan di tempat-tempat tertentu seperti di masjid, dalam rumah dan lingkungan pesantren disajikan dalam acara-acara syukuran dan peringatan hari-hari keagamaan, terutama pada bulan mulud. Komposisi pemain menggunakan komposisi L atau U, dengan menggunakan busana Islami, ciri khasnya adalah kampret putih, kain sarung dan penutup kepala adalah peci hitam.

Kesenian Gemyung masih dipertahankan oleh masyarakat Sumedang, paling menonjol di daerah Tanjungkerta-Cimalaka, dan Kec. Rancakalong bahkan menjadi obyek penelitian para ahli.

SENI RENGKONG KAB. SUMEDANG

SELAYANG PANDANG
SENI RENGKONG

Kesenian Rengkong muncul kepermukaan masyarakat luas terdorong oleh kalanggenan masyarakat petani pada waktu panen. Kalangenan (kaulinan) itulah merupakan dasar instusi penciptaan seni Rengkong. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sebagai pencerminan masyarakat petani pada masa-masa sibuk panenan.

Padi jaman dulu berbeda dengan padi jaman sekarang, dulu dikenal dengan pare jangkung (padi tinggi). Setelah dileringkan kemudian dipangkek (diikat), satu pangkekan disebut saeundan. Dua eundan disatukan disebut sageugeus. Cara mengangkut diikat oleh tali yang dibuat dari kulit bambu disebut tali pinti. Kemudian dipikul dan talitersebut bergerak-gerak.

Gesekan tari dan pemikul bambu menghasilkan bunyi yang teratur sesuai dengan gerak nlangkah kaki dan gerakan tali. Bunyi-bunyian tersebut merupakan landasan penciptaan Rengkong. Dalam perkembangannya telah menjadi kesenian tradisional masyarakat pasundan, dan paling menonjol di daerah Kecamatan Rancakalong, sampai sekarang masih dipertahankan dan digemari oleh masyarakat.

Jenis Alat-alat Rengkong

Alat-alat bunyi yang digunakan dalam seni rengkong serba sederhana, pada umumnya dibuat dari bambu diantaranya :
  1. Pemikul padi dibuat dari Bambu batangan mengambil jenis awi surat, ukuran kurang lebih 2 meter, kemudian tali pinti diikatkan pada pemikul tersebut, bila bergoyang akan menghasilkan bunyi yang teratur.
  2. Dogdog kecil satu buah fungsinya sebagai penggerak dan penetap ketukan.
  3. Angklung lima buah, instrumen ini menandakan adanya sentuhan dari unsur seni angklung, fungsinya sebagai melodi lagu dan pengiring gerakan.
Pendukung atau Pemain

Rengkong dapat dikategorikan ke dalam jenis pertunjukan Helaran, oleh karena itu disajikan di tempat terbuka sambil berjalan (Tradisional Veling). Pada umumnya menggunakan jalan atau arena tertentu yang dapat menjamin keamanan pertunjukan. Di dukung oleh pemain diantaranya :
  1. Pemikul padi berjumlah 5 orang atau lebih
  2. Penabuh dogdog kecil 1 orang 
  3. Pemain angklung sekurang-kurangnya 5 orang.
Pada hakekatnya seni rengkong memuat ungkapan kebahagiaan masyarakat petani dan sebagai tanda mesyukuri keberhasilan panen sebagai makanan pokok bangsa indonesia.

SENI TARAWANGSA KAB. SUMEDANG

SELAYANG PANDANG 
TARAWANGSA

Tarawangsa lahir dari rahim imajinasi masyarakat Rancakalong, kemudian tumbuh dan berkembang seiring dengan dinamika perubahan jaman, unsur mitos (mitologi) telah mendorong pula terhadap perkembangan seni tersebut, secara perlahan-lahan dikenal oleh masyarakat luas, diterima sebagai kesenian tradisional masyarakat sumedang.

Mengenai sejarah asal-usulnya erat kaitannya dengan peristiwa alam yang dialami oleh masyarakat setempat. Mulanya masyarakat Rancakalong mengalami bencana kelaparan akibat musim kemarau terlampau panjang sehingga mematikan macam-macam dan jenis tanaman. Bahkan sulit mendapatlan benih padi. Kemudian masyarakat mencari tanaman dengan mengganti tanaman pokok padi oleh Hanjeli.

Alternatif makanan pokok dan memberikan harapan yang cerah, malah menimbulkan petaka terhadap salah seorang keluarga, yaitu tewas terjerumus ke dalam penggilingan Hanjeli. Sejak peristiwa itu terjadi masyarakat seakan trauma dan tabu menanam hanjeli. Kemudian kembali ke pada niat untuk menyuburkan tanaman padi sebagai makanan pokok sehari-hari. Namun sulit pula untuk memperoleh benih yang sungguh-sungguh baik, jangankan yang baik dalam kapasitas biasa sangat sulit didapat. Peristiwa mengenaskan itu terjadi kira-kira abad ke-8.

Salah seorang tokoh masyarakat bernama Wisanagara mengadakan perjalanan keliling ke daerah mataram (hindu) demgan cara mengamen, sarana ngamen menggunakan alat musik kecapi dilengkapi Rebab Tarawangsa yang dibuat dari kayu. Tujuanya untuk mencari benih padi. Dengan cara menyamar itulah Wisanagara DKK, medapatkan benih padi. Setibanya dikampung halaman disambut oleh masyarakat setempat, kemudian hujanpun turun, benih padi ditanam kembali menyubur. Sebagai tanda syukur menggelar seni tarawangsa, dilengkapi oleh upaca ritual yang disebut Ngalaksa, Sejak itulah Tarawangsa dikenal oleh masyarakat setempat. Pada hakekatnya dalam seni tersebut mencerminkan pandangan bahwa hilangnya binih padiakibat Nyi Sri (Dewi Padi) sanghilang atau pergi kealam swarga maniloka. Filosofisnya sebagai wujud pencerminan masyarakatagraris yang selalu menghormstitradisi leluhurnya.

Jenis Waditra
instrumen yang digunakan dalam Tarawangsa yaitu sebuah kecapi yang menggunakan senar (kawat) tujuh buah dan sebuah Rebab yang disebut Ngekngek, terbuat dari sebuh kayu dan menggunakn dua buah senar.Kecapi mempunyai fungsi sebagai pengiringlagu dan Ngekngek sebagai juru melodi, sewaktu-waktu senar besar digunakan sebagai pengganti Goong. Gesekan rebab itulah yang menunaskan ritual dan kesan unik yang tidak dimiliki oleh kesenian lain.

Jenis Lagu
  1. pangapung ialah menggambarkan pada Dewi Sri atau Dewi Padi terbang kealam nirwana (Ngahiang) sehingga benih padi lenyap. Lagu ini merupakan bagian awal dari pertunjukan.
  2. Pangemat ialah melukiskan do'a dan pengharapan dengan mengundang kehadiran Nyai Sri untuk kembali kealam bumi, dengan tujuan agar tanah dan padi tumbuh subur kembali.
  3. Pangampih menggambarkan ungkapan dalam menghormati Dewi Padi. Dengan mengajak mengajak untuk melaksanakan tata tertib dalam membenahi pada di dalam Lumbung atau Goah.
  4. Pangineban melukiskan ungkapan dalam mengukuhkan padi ditempatyang dimaksud, agar tidak mendapat gangguan apapun.
Lagu-lagulain yangdisajika sudah mendapat sentuhan pengaruh dari unsur lain seperti jejemplang,dsb.

Bentuk penyajian
Semula disajikan ditempat yang tertutup seperti didalam rumah atau ditempat-tempat tertentu. Fungsi instrumen sebagai pengiring tarian. Pada umumnya didukung oleh penari wanita dengan jumlah tertentu dan menggunakan komposisi tarian yang sederhana.Pemimpin prtunjukan disebut Saehu yang mempunyai peranan mengatur jalanya pertunjukan. Juru Soter ialah pengatur dan penentu giliran menari. Kemudian umumnya di temani penari lain, mereka di sebut mairan. Bila meneliti susunan pertunjukan terasa adanya unsur ritual yang sangat kental. Terutama peran saehu dan sesaji merupakan ciri khas ritualisme dalam seni ini. Dalam kontek perkembangan seni budaya masyarakat Sumedang, tarawangsa dapat di gelar di atas panggung atau di arena terbuka tanpa mengurangi aturan-aturan tradisinya.

Rabu, 30 Maret 2016

SENI UMBUL KAB.SUMEDANG

UMBUL
GAMBAR TARI UMBUL

Semula umbul dikenal dalam gerak atau tarian dalam reog.Gerak tarian yang mengandung unsur erotik  dan kelucuan ini menjadi landasan inuisi di dalam penciptaan kesenian umbul.Menandakan bahwa umbul merupakan bentuk dari salah satu tarian atau gerakan .Kemudian dikembangkan menjadi sebuah tarian yang mempunyai ciri khas tersendiri dan disajikan dalam bentuk ruang yang berbeda.Ada juga yang berpendapat bahwa seni tersebut berasal dari daerah indramayu,dibawa oleh salah seorang seniman indramayu bernama Kalsip.Semula ditampilkan dalam pertunjukan longser.Seniman longser ini sangat dikenal oleh masyarakat pedukungnya telah mencetak penari handal dan terkenal bernama Isrem.

Sosok penari inilah menjadi tolak ukur untuk perkembangan seni tersebut ,bahkan menjadi pionir dengan nama samaran Ma Jaer . Seni umbul diperkirakan muncul pada tahun 1940, kemudian tumbuh dan berkembang di daerah Cijambe.Desa Parugpug.Kecamatan Paseh.

Ciri khas tari umbul adalah gerakan pinggul yang berbau erotis. Munculnya ciri khas ini mendapat penentangan dari kelompok masyarakat, mungkin terlalu sensitif menyentuh perasaan sehingga di pandang tidak menyenangkan. Oleh karena itulah terjadi pembekuan seni ini padatahun 1994. Setelah mengurangi nilai-nilai erotiknya, seni umbul kembali muncul dan berkembang luas, sampai sekarang masih bertahan dan masih tetap di gemari oleh masyarakat pendukungnya,bahkan sering di sajikan dalam bentuk even-even kepariwisataan.

JENIS WADITRA 

Jenis waditra sebagai pendukung seni umbul sangat sederhana di antaranya :
  1. Dogdog ukuran besar
  2. Ketuk 
  3. Kecrek
  4. Terompet
  5. Goong bambu 
BENTUK PENYAJIAN

Tari umbul pada mulanya disajikan dalam pertunjukan longser dan reog, selanjutnya berkembang menjadi jenis seni pertunjukan tersendiri. Pada umumnya disajikan di arena terbuka kemudian sering dipertontonkan di atas panggung. Pertunjukan tersebut didominasi oleh para penari wanita dalam jumlah yang tidak di tentukan, tetapi di sesuaikan dengan tingkat kemampuan dan kebutuhan.
Keunikan yang terdapat dalam penyajian seni ini, mendorong para ahli seni untuk melakukan penelitian. Tak mengherankan apabila dijadikan obyek studi penelitian, bahkan telah mendapat binaan dari Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata dan Unwim Jatinangor Kabupaten Sumedang.
 

SENI BUDAYA SUMEDANG

Selayang Pandang
SENI KUDA RENGGONG 
Kab.Sumedang

Kesenian tradisional disetiap daerah mempunyai ciri-ciri sendiri demikian pula halnya dengan kesenian rakyat khususnya seni Kuda Renggong. Untuk mengupas keberadaan Kuda Renggong sangat sulit karena data historis yang dibutuhkan sangat sulit ditemukan. Sumber yang ada hanyalah riwayat dan informasi.

Pada awalnya  sebutan Kuda Renggong adalah Kuda Igel (kuda yang menari), nama igel berubah menjadi Renggong. Sekitar tahun 1882 s/d 1919 pada masa pemerintah Kanjeng Aria Suria Atmaja yang dikenal dengan sebutan pangeran mekkah, beliau sangat mencintai rakyat sumedang. Sebagai tanda kasihnya diwujudkan dalam monumen yang disebut Lingga (terdapat ditengah-tengah alun-alun sumedang) perhatian Kanjeng Pangeran Aria Suria Atmaja pada sektor pertanian,perikanan,perternakan dan lingkungan hidup mendapat perhatian yang utama. Keberhasilan dalam menata dan mengelola lingkungan hidup kota, sumedang mendapat julukan "Kota Buludru".

Khusus untuk memajukan bidang peternakan beliau sengaja mendatangkan bibit Kuda yang dianggap bibit unggul dari Pulau Sumbawa dan Sumbawa. Kuda pada saat itu digunakan untuk keperluan bangsawan sebagai alat transportasi selain itu juga sebagai alat hiburan pacuan kuda (ngadu kuda atau balap kuda). Di Sumedang pada waktu itu jumlah kuda mencapai ratusan ekor karna masa itu setiap pamong praja diperintahkan untuk beternak kuda dan memilikinya. Pada masa Kanjeng Pangeran Aria Suria Atmaja inilah lahirnya Kuda Renggong karena banyak kuda, pada masa Kanjeng Pangeran Aria Suria Atmaja inilah para pamong praja banyak menitipkan kuda, khususnya pada seseorang Dalem bernama SIPAN. Ia seorang anak laki-laki dari Bapak Bidin yang lahir pada tahun 1870 di Dusun cikurubuk, Desa cikurubuk, Kec.Buahdua, Sumedang.

Sejak kecil SIPAN senang mengamati gerak-gerik atau tungkah laku kuda dan yang paling di perhatikan adalah kuda yang dapat di latih untuk mengikuti gerak gerik yang di tunjukan manusia.
Gerakan kuda yang bisa di latihkan menurut SIPAN adalah :
1.Adean                 : Gerakan lari kuda melintang (malang) yaitu gerakan lari kuda ke pinggir
   Torolong              :Gerakan lari kuda dengan langkah kaki kuda pendek-pendek namun cepat
2.Derap /Jorong      :Gerak langkah kaki kuda jalan biasa artinya tidak lari namun gerakannya cepat.
3.Congklang            : Gerakan lari dengan cepat kaki sama-sama ke arah depan (kuda pacu)
4.Anjing minggat      : Geakan langkah kaki kuda setengah lari.
    Ternyata dari pengamatan SIPAN kuda bisa di latih mengikuti gerakan yang diinginkan manusia, maka menginjak usia 40 tahun (1910) Ia mulai melatih kuda dalam gerakan tari (ngarenggong) yang di awali pada suatuhari ia memandikan kuda-kudanya ke permandian salah satu kuda bergoyang gerakan kuda melintang, terus SIPAN mencoba mengiringinya dengan musik dog-dog dan angklung sengaja di tangkan dari situraja yang di bawa-bawa Bapak Empong, ternyata setelah memakai tabuhan kuda tersebut bergerak menjadi-jadi

Dengan mendapat dukungan Kanjeng Pangeran Aria Suria Atmaja, SIPAN resmi saat itu mulai melatih dan mengolah geaka-gerakan kuda dan atas ke tekunannya akhirnya menghasilkan Kuda Renggong. Kuda yang pertama di latih olah SIPAN adalah si Cengek dan Dengek. Kuda Renggong hasil latihan sipan mulai di perkenalkan pada acara khitanan keluarga kanjeng pangeran Aria Suria Atmaja. Ternyata hasilnya sangat menakjubkan. Karena sangat menyenangkan bagi si anak sunat dan keluarganya serta banyak para pemilik kuda yang berhasrat untuk melatihnya.
Tahun 1939 dalam usia 68 tahun, SIPAN meninggal dunia dan keahliannya di wariskan kepada putranya kepada SUKRIA.

Kesenian kuda renggong di Kabupaten Sumedang dalam perjalanannya mengalami pertumbuhan dan perkembangan.Kuda Renggong mengalami perubahan fungsi, bentuk, musik, tari dan properti.
 Adapaun properti yang di gunakan yaitu :
  • Sela (tempat duduk)
  • Sangawedi (alat untuk naik ke kuda)
  • Apis buntut (tali penghubung antara sela dan pangkal ekor kuda)
  • Eles (alat untuk pengendali kuda)
  • Karembong (pengikat kepala kuda)
Sedangkan busana yang digunakan untuk penabuh atau penuntut kuda adalah :
  • Salontreng (kampret)
  • Calana pangsi 
  • Ikat kepala (totopong)
Dan untuk alat musik yang di pakai dalam mengiringi Kuda Renggong ini adalah Tanji (berasal dari Tanjidor yaitu alat musik dari Karawang).
Perkembangan yang terjadi yaitu terjadi sekarang, Kuda Renggong telah di jadikan Even Kepariwisataan Kabupaten Sumedang dalam rangka melestarikan dan mengembangkan Kuda Renggong

Dalam perkembangannya Seni Kuda Renggong berfungsi :
  1. Sebagai sarana inisiasi (saran pelengkap dalam upacara khitanan atau gusaran).
  2. Sebagai sarana pengerah masa (kuatnya daya tarik kua renggong seolah-olah sudah menyatu dengan jiwa penontonnya).
  3. Sebagai sarana pertunjukan (adanya perkembangan dari kuda renggong menjadi kuda silat yang melakukan gerakan atraktif dan akrobatik).
  4. Sebagai sarana upacara penyambutan tamu
  5. Sebagai sarana sumber nafkah.
Dampak dari Event budaya dan pariwisata Kuda Renggong, merangsang para seniman untuk brkompetensi meningkatkan kualitas Kuda Renggong,yang akan berdampak meningkatkan aspek sosial ekonomi sosial bagi senimannya.




FOTO PEMENTASAN KUDA SILAT


FOTO PEMENTASAN KUDA RENGGONG